Bhinneka Tunggal Ika – Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia. Hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu kompleks, beragam, dan luas. Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi kekayaan multi etnis, multi kultur, dan multi agama yang kesemuanya merupakan potensi untuk membangun negara multikultur yang besar.
Keragaman masyarakat multikultural sebagai kekayaan bangsa di sisi lain sangat rawan memicu konflik dan perpecahan. Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin pada masyarakat Indonesia diikat dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang mengandung makna meskipun Indonesia berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan.
Daftar Isi
Pengertian Bhinneka Tunggal Ika
Jika dianalisis, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari bahasa Sansekerta itu terdiri dari kata “Bhinneka”, “Tunggal”, dan “Ika”. Kata “Bhinneka” berasal dari kata “Bhinna” dan “Ika”. “Bhinna” artinya berbeda-beda dan “Ika” artinya itu. Jadi, kata “Bhinneka” berarti “yang berbeda- beda itu”.
Analisa lain menunjukkan bahwa kata “bhinneka” terdiri dari unsur kata “bhinn-a-eka”. Unsur “a” artinya tidak, dan “eka” artinya satu. Jadi, kata “bhinneka” juga dapat berarti “yang tidak satu”.
Sedangkan kata “Tunggal” artinya satu, dan “Ika” artinya itu. Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” berarti “yang berbeda-beda itu dalam yang satu itu” atau “beranekaragam namun satu jua”.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika hampir sama artinya dengan semboyan negara Amerika Serikat, E Pluribus Unum yang artinya bersatu walaupun berbeda-beda, berjenis-jenis tetapi tunggal. Kebhinnekaan atau yang berbeda-beda itu menunjuk pada realitas objektif masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Keanekaragaman masyarakat Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan.
Keanekaragaman di bidang politik diwarnai oleh adanya kepentingan yang berbeda-beda antara individu atau kelompok yang satu dengan individu atau kelompok yang lainnya. Di bidang ekonomi, keanekaragaman dapat dilihat dari adanya perbedaan kebutuhan hidup, yang akhirnya berimplikasi terhadap munculnya keanekaragaman pada pola produksi.
Di bidang sosial, keberagaman itu tercermin dari adanya perbedaan peran dan status sosial. Selain itu, keanekaragaman juga dapat dilihat dari segi geografis, budaya, agama, etnis, dan sebagainya. Keanekaragaman itu pun masih dikukuhkan lagi oleh kebhinnekaan perseorangan masing-masing anak negeri yang kini berjumlah lebih dari 200 juta jiwa.
Dengan adanya keanekaragaman dalam berbagai bidang tersebut menyebabkan Indonesia dijuluki sebagai masyarakat yang multi etnik, multi agama (multi religi), multi budaya (multikultural), dan sebagainya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (Plural Society).
Makna kesatuan (tunggal ika) dalam Bhinneka Tunggal Ika merupakan cerminan rasionalitas yang lebih menekankan kesamaan daripada perbedaan. Kesatuan merupakan sebuah gambaran ideal.
Dikatakan ideal karena kesatuan merupakan suatu harapan atau cita-cita untuk mengangkat atau menempatkan unsur perbedaan yang terkandung dalam keanekaragaman bangsa Indonesia ke dalam suatu wadah, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesatuan adalah upaya untuk menciptakan wadah yang mampu menyatukan kepelbagaian atau keanekaragaman.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang mengakui realitas bangsa yang majemuk, namun tetap menjunjung tinggi kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara kebhinekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan kepekaan, antara kepelbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan monisme.
Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri kesatuan. Keseimbangan itu sendiri merupakan konsep filsafati yang selalu terletak pada ketegangan di antara dua titik ekstrim, yaitu keanekaan mutlak di satu pihak dan kesatuan mutlak di pihak lain.
Setiap kali segi keanekaan yang menonjolkan perbedaan itu memuncak akan membawa kemungkinan munculnya konflik, maka kesatuanlah yang akan meredakan atas dasar kesadaran nasional. Demikian pula sebaliknya, manakala segi kesatuan yang menonjolkan kesamaan itu tampil secara berlebihan, maka keanekaan selalu mengingatkan bahwa perbedaan adalah kodrat sekaligus berkah yang tak terelakkan.
Sejarah Bhinneka Tunggal Ika
Istilah Bhinneka Tunggal Ika dipetik dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit, yakni pada abad ke-14. Istilah tersebut tercantum dalam bait 5 pupuh 139.
Rwaneka dham winuwus Buddha Wisma
Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan :
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.
Kitab Sutasoma mengajarkan toleransi kehidupan beragama, yang menempatkan agama Hindu dan Budhha hidup bersama dengan rukun dan damai. Kedua agama itu hidup beriringan di bawah payung kerajaan pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Meski agama Hindu dan Buddha merupakan dua substansi yang berbeda, namun perbedaan itu tidak menimbulkan perpecahan. Kebenaran Hindu dan Buddha bermuara pada hal ‘satu’. Hindu dan Buddha memang berbeda, tetapi sesungguhnya satu jenis, tidak ada perbedaan dalam kebenaran.
Mohammad Yamin adalah orang pertama yang mengusulkan kutipan Bhinneka Tunggal Ika kepada Presiden Soekarno untuk dijadikan semboyan bangsa Indonesia. Pada tanggal 17 Oktober 1951, Pemerintah menetapkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan resmi bangsa.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika yang semula menunjukkan semangat toleransi keagamaan, kemudian diangkat menjadi semboyan bangsa Indonesia. Sebagai semboyan bangsa, konteks permasalahannya bukan hanya menyangkut toleransi beragama tetapi jauh lebih luas seperti yang umum disebut dengan istilah suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Semboyan itu dilukiskan di bawah lambang negara Indonesia yang dikenal dengan nama Garuda Pancasila. Lambang negara Indonesia lengkap dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa lambang negara Indonesia terdiri dari Burung Garuda Pancasila dan Perisai sebagai jantung yang digantung dengan rantai pada leher burung Garuda, yang mana semboyan Bhinneka Tunggal Ika terletak di dekat kaki burung Garuda.
Konsep Bhinneka Tunggal Ika
Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang besar. Masyarakat dan bangsa Indonesia terdiri dari berbagai keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan lain-lain, sehingga bangsa ini secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multikultural.
Konsep multikulturalisme tidak dapat begitu saja disamakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk. Multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Ulasan mengenai multikulturalisme akan menyentuh berbagai permasalahan yang mendukung ideologini, yaitu politik, demokrasi, keadilan, penegakkan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti, penghormatan atas golongan minoritas, prinsip-prinsip etika moral, dan mutu produktivitas.
Usaha untuk membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin dapat terwujud apabila konsep multikultural menyebar luas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia.
Pemahaman serta kesadaran tentang multikulturalisme sebenarnya sudah muncul sejak pendiri bangsa mendesain kebudayaan bangsa Indonesia. Tetapi dewasa ini pemahaman akan multikulturalisme mulai keluar dari konsep dasar tersebut. Artinya, bagi bangsa Indonesia masa kini, konsep multikulturalisme menjadi sebuah terminologi yang baru dan asing.
Kesadaran tentang konsep multikulturalisme yang dibentuk oleh pendiri bangsa ini telah terdistorsi pada masa Orde Baru. Kesadaran akan multikulturalisme dipendam atas nama persatuan dan stabilitas negara. Muncullah kemudian paham “mono-kulturalisme” yang bercirikan penyeragaman atas berbagai aspek, sistem sosial, politik dan budaya.
Isu multikulturalisme dalam dunia politik global dewasa ini kembali mencuat dan menjadi fenomena yang menarik untuk diperhatikan. Multikulturalisme dewasa ini tidak hanya dimaksudkan untuk melawan imperialisme ataupun kolonialisme, melainkan juga untuk memperjelas identitas yang dimiliki oleh kelompok bangsa tertentu.
Disintegrasi yang terjadi di beberapa negara merupakan konsekuensi logis dari kemunculan isu multikulturalisme dewasa ini. Multikulturalisme bernegara seharusnya mampu meruntuhkan sikap sempit yang menganggap golongannya sebagai yang paling baik, dan meruntuhkan dominasi etnis, suku, agama dan identitas lainnya demi membangun keutuhan negara.
Keberagaman yang dipunyai oleh bangsa Indonesia adalah suatu keniscayaan, dan semuanya mempunyai tugas yang sama untuk memperjuangkannya. Setiap masyarakat Indonesia mau tidak mau harus mengakui keberadaan yang lain, sebagaimana sejarah membuktikan bahwa Nusantara pernah bersatu meskipun terpisah oleh lautan, bahasa, dan keyakinan.
Multikulturalisme Indonesia dengan demikian memiliki karakter yang khas. Multikulturalisme Indonesia bukan pengagungan semangat bernegara yang memberangus keragaman, melainkan menghargainya dan menjadikannya sebagai dasar. Unsur-unsur primordial yang ada dalam masyarakat diangkat dan dijadikan pijakan bagi pembangkitan semangat bernegara.
Bangsa Indonesia mempercayai bahwa persatuan adalah hal yang penting, sehingga Bhinneka Tunggal Ika dipilih sebagai semboyan bangsa Indonesia. Visi ini menunjukkan bahwa bangsa ini sangat menerima perbedaan, baik itu suku, agama, ras, dan bahkan pemikiran sekalipun.
Bangsa Indonesia tetap satu di tengah segala macam perbedaan. Multikulturalisme Indonesia ternyata dibangun di atas pondasi Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini sebelumya juga pernah didengungkan oleh para pemuda pada 28 Oktober 1828 dengan mengusung semboyan: “satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa” sebagai perekat dan pemersatu perjuangan bersama. Identitas primordial dilebur menjadi satu identitas yang bernama Indonesia.
Fungsi Bhinneka Tunggal Ika
Bangsa Indonesia sudah cukup lama hidup dalam keberagaman, baik keberagaman suku, ras, budaya, maupun lainnya. Namun hal ini tidak pernah menunjukkan adanya perpecahan antar rakyat Indonesia. Hal tersebut dapat demikian tidak lain karena pada dasarnya Bhinneka Tunggal Ika berfungsi menyatukan keberagaman bangsa Indonesia, sehingga dapat menjadi bangsa yang besar dan berdaulat.
Sejarah mencatat bahwasanya kemerdekaan Indonesia diperjuangkan oleh semua anak bangsa Indonesia, tidak terpaku pada suku apa atau agama apa. Masing-masing memiliki peran dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Keberagaman adalah realitas yang tidak bisa dihindari dalam negara Indonesia. Oleh karena itu, pemikiran dan tindakan masyarakat Indonesia haruslah mencerminkan bahwa keanekaragaman tersebut tetap dapat mewujudkan cita-cita bangsa.
Kebhinekaan merupakan hakikat yang benar-benar ada dalam bangsa Indonesia, sedangkan ketunggalekaan adalah cita-cita bangsa. Sehingga apabila dua unsur ini digabung dapat menjadi jembatan emas dalam menghubungkan bangsa menuju pembentukan negara yang berdaulat.
Tujuan Bhinneka Tunggal Ika
Tujuan dari Bhinneka Tunggal Ika adalah mempersatukan bangsa Indonesia, mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, meminimalisir konflik atas kepentingan pribadi atau kelompok, mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, menciptakan masyarakat yang madani, dan menciptakan negara yang aman, tentram dan damai.
Negara Indonesia memiliki wilayah yang luas dan dengan keanekaragaman budaya dan gagasan. Ini berarti bahwa negara Indonesia memiliki peluang untuk terpecah. Dengan adanya semboyan Bhinneka Tunggal Ika, diharapkan perpecahan itu tidak terjadi dan justru dapat menjadi pemersatu dan pemerat semua lapisan masyarakat.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki peradaban bersama, yang mana memiliki ciri khas berupa tentram dan rukunnya masyarakat. Menjadi masyarakat madani adalah cita-cita dan tujuan Bhinneka Tunggal Ika.
Prinsip Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika memiliki sifat konvergen, atau yang biasa disebut sifat dewasa. Masyarakat harus matang dalam menghadapi perbedaan baik pendapat ataupun budaya. Masyarakat harus pandai menemukan titik antara kedua belah pihak sehingga suatu permasalahan terkait perbedaan dapat diatasi.
Konvergensi persatuan dalam keanekaragaman itu sendiri menjadi prinsip dasar yang dengan itu Indonesia tidak boleh menentukan prioritas atau kepentingan secara sepihak. Namun akan lebih baik jika kedua belah pihak mengadakan pertemuan untuk menemukan titik pertemuan tanpa harus menyebabkan konflik lain.
Bhinneka Tunggal Ika tidak memiliki sifat formalistis. Bhinneka Tunggal Ika menunjukkan bahwa sebagai semboyan negara harus memiliki karakter yang holistik atau universal, tidak ada diskriminasi. Hal itu dikarenakan setiap komunitas harus memiliki rasa hormat, kepercayaan, kasih sayang, dan rukun dengan komunitas lain.
Bhinneka Tunggal Ika tidak memiliki sifat enklusif. Maksudnya adalah bahwa orang Indonesia tidak dibenarkan jika mereka menganggap kelompok mereka sebagai yang terbesar atau yang paling benar. Hal tersebut harus dihilangkan karena dapat menghasilkan konflik kecemburuan, ketidakpercayaan, dan keegoisan. Sebaliknya, setiap kelompok harus menghormati kelompok lain. Pada dasarnya orang Indonesia hidup berdampingan dengan keberagaman.
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Common Denominator. Apa maksudnya?
Seperti diketahui, bangsa Indonesia memiliki beragam suku, agama, budaya dan bahasa. Namun keberagaman tersebut bukanlah halangan atau masalah bagi persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia. Orang Indonesia harus mencari persamaan dalam perbedaan ini. Dengan begitu, orang Indonesia akan dapat hidup damai dalam keragaman karena kesamaan yang dimiliki bersama.
Implementasi Bhinneka Tunggal Ika
Dalam mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika, maka dibutuhkan musyawarah untuk mufakat. Musyawarah untuk mufakat sebenarnya sudah ada dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Gagasan musyawarah dapat menciptakan unsur saling menghormati dna tidak mendiskriminasi beberapa kelompok.
Mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika yang kedua bisa dengan menegakkan pluralisme. Pluralisme adalah sikap mengetahui, memahami, meyakini, dan mengerti bahwasanya perbedaan itu wajar. Orang Indonesia harus memahami bahwa perbedaan itu biasa terjadi dan perbedaan tidak akan membuat bangsa Indonesia kacau.
Poin berikutnya adalah dengan menegakkan toleransi. Kita tidak perlu masuk ke dalam suku atau agama lain, namun kita hanya perlu memiliki sifat toleransi. Kita hanya perlu menjaga diri agar tidak sampai mengganggu suku, ras, atau agama lain. Ini pun merupakan implementasi dari Bhinneka Tunggal Ika.
Implementasi Bhinneka Tunggal Ika yang terakhir adalah dengan menjunjung tinggi kepentingan bersama. Hal ini dapat ditunjukkan dengan menekankan kepentingan bersama, mengurangi sikap egois dan memaksakan kehendak pribadi pada orang lain atau suku lain. Dengan mendukung kepentingan bersama, solusi akan muncul dan dapat mendukung kepentingan dua belah pihak.