20 Latihan Soal CPNS Wawasan Kebangsaan Tema Pancasila

Kuis Interaktif Pancasila (Tingkat Perguruan Tinggi)

Jawablah pertanyaan pilihan ganda di bawah ini. Klik tombol “Tampilkan Jawaban” untuk melihat jawaban dan penjelasannya.

Soal Pilihan Ganda

1. Pancasila sebagai dasar negara memiliki kedudukan yang fundamental. Dalam konteks filsafat hukum, Pancasila dapat dipahami sebagai Grundnorm atau norma dasar. Implikasi dari kedudukan ini adalah:

2. Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengandung makna universalitas nilai kemanusiaan. Dalam implementasinya di era globalisasi dan digital, tantangan utama yang relevan dengan sila ini adalah:

3. Konsep “persatuan Indonesia” dalam Pancasila tidak berarti penyeragaman, melainkan persatuan dalam keberagaman. Manifestasi paling konkret dari konsep ini dalam sistem politik Indonesia adalah:

4. Pancasila sebagai paradigma pembangunan berarti bahwa pembangunan nasional harus:

5. Hubungan antara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat digambarkan sebagai:

6. Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), Pancasila memiliki kekhasan yang membedakannya dari konsep HAM Barat. Kekhasan tersebut terletak pada:

7. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pancasila memiliki implikasi terhadap kehidupan beragama di Indonesia, yaitu:

8. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara di era modern menghadapi tantangan berupa maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal ini paling bertentangan dengan sila:

9. Pancasila sebagai etika politik mengandung makna bahwa setiap kebijakan dan tindakan politik harus:

10. Peran Pancasila dalam menjaga ketahanan nasional di era globalisasi adalah:

11. Sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” menekankan pada:

12. Konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara memiliki hubungan erat dengan Pancasila, khususnya dalam sila:

13. Salah satu ancaman ideologi terhadap Pancasila di era kontemporer adalah ekstrimisme yang mengatasnamakan agama. Ancaman ini secara fundamental bertentangan dengan prinsip Pancasila, terutama sila:

14. Dalam sejarah perumusan Pancasila, peran Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sangat krusial karena:

15. Perbedaan mendasar antara Pancasila sebagai dasar negara dan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah:

16. Implementasi nilai-nilai Pancasila di sektor publik, khususnya dalam pelayanan masyarakat, seharusnya tercermin dalam sikap:

17. Tantangan globalisasi yang paling relevan dengan sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” adalah:

18. Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia memiliki fungsi utama sebagai:

19. Salah satu ciri khas Demokrasi Pancasila yang membedakannya dari demokrasi liberal adalah:

20. Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mengamanatkan bahwa pembangunan dan hasil-hasilnya harus:

Soal Esai

Berikut adalah soal esai dari versi sebelumnya, tanpa fitur sembunyi/tampil jawaban.

1. Jelaskan mengapa Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka. Sebutkan dan analisis tiga karakteristik penting yang menunjukkan keterbukaan Pancasila, serta berikan contoh konkret bagaimana karakteristik tersebut relevan dalam menghadapi dinamika sosial-politik kontemporer.

Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka karena ia tidak bersifat dogmatis dan kaku, melainkan mampu berinteraksi secara dinamis dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan aspirasi masyarakat tanpa kehilangan jati diri fundamentalnya. Keterbukaan ini memungkinkan Pancasila untuk tetap relevan dan adaptif di tengah perubahan global.

Tiga karakteristik penting yang menunjukkan keterbukaan Pancasila adalah:

  1. Nilai Dasar Bersifat Universal dan Abadi: Pancasila memiliki nilai-nilai dasar (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan) yang bersifat universal dan abadi, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai ini bukan doktrin yang kaku, melainkan prinsip-prinsip yang dapat diinterpretasikan dan diimplementasikan sesuai dengan konteks zaman.

    Relevansi Kontemporer: Dalam menghadapi isu-isu global seperti perubahan iklim atau pandemi, nilai kemanusiaan Pancasila mendorong solidaritas internasional dan kerja sama lintas batas, menunjukkan bahwa nilai ini melampaui sekat-sekat nasional.

  2. Bersifat Fleksibel dan Adaptif: Pancasila mampu menerima dan mengakomodasi perkembangan baru tanpa harus mengubah nilai-nilai dasarnya. Ia tidak memaksakan dogma atau doktrin tertentu, melainkan memberikan ruang bagi interpretasi dan pengembangan pemikiran yang konstruktif.

    Relevansi Kontemporer: Di era revolusi industri 4.0 dan Society 5.0, Pancasila tidak menghambat adopsi teknologi atau inovasi. Sebaliknya, nilai-nilai Pancasila (misalnya, keadilan sosial) justru dapat menjadi filter etis dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi agar tidak menciptakan kesenjangan baru atau merugikan kemanusiaan.

  3. Mengandung Dimensi Realitas, Idealitas, dan Fleksibilitas (Normatif):
    • Dimensi Realitas: Pancasila berakar pada nilai-nilai dan pengalaman bangsa Indonesia, mencerminkan realitas sosiokultural dan religius masyarakatnya.
    • Dimensi Idealitas: Pancasila mengandung cita-cita masa depan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia, seperti masyarakat yang adil dan makmur.
    • Dimensi Fleksibilitas (Normatif): Pancasila memiliki kemampuan untuk dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam perumusan kebijakan maupun perilaku individu.

    Relevansi Kontemporer: Dalam konteks pluralisme agama dan etnis, dimensi realitas Pancasila mengakui keberagaman yang ada. Dimensi idealitasnya mendorong terwujudnya toleransi dan kerukunan. Sementara dimensi fleksibilitasnya memungkinkan perumusan kebijakan yang inklusif, seperti program-program afirmasi untuk kelompok rentan, tanpa harus mengubah sila-sila dasar.

Dengan karakteristik ini, Pancasila tidak hanya menjadi warisan masa lalu, tetapi juga kompas moral dan ideologi yang relevan untuk menghadapi tantangan masa kini dan masa depan.

2. Demokrasi Pancasila seringkali dihadapkan pada kritik terkait implementasinya yang dianggap belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai musyawarah mufakat dan keadilan sosial. Analisislah dua tantangan utama dalam mewujudkan Demokrasi Pancasila secara substansial di Indonesia pada era digital saat ini, dan berikan solusi konkret untuk mengatasi tantangan tersebut.

Demokrasi Pancasila adalah sistem demokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, mengedepankan musyawarah mufakat, kekeluargaan, serta keadilan sosial. Namun, dalam implementasinya, terutama di era digital, terdapat tantangan signifikan yang menghambat terwujudnya Demokrasi Pancasila secara substansial.

Dua tantangan utama dan solusinya adalah:

  1. Tantangan: Polarisasi Sosial dan Penyebaran Disinformasi melalui Media Digital.

    Analisis: Era digital, dengan kemudahan akses informasi dan platform media sosial, telah memfasilitasi pembentukan “echo chambers” dan “filter bubbles” yang memperkuat pandangan kelompok sendiri dan menyebarkan disinformasi atau hoaks. Hal ini seringkali berujung pada polarisasi ekstrem dalam masyarakat, konflik horizontal, dan terkikisnya semangat musyawarah mufakat karena masyarakat cenderung enggan mendengarkan atau memahami pandangan yang berbeda. Keadilan sosial juga terancam ketika narasi kebencian atau diskriminatif terhadap kelompok tertentu menyebar luas.

    Solusi Konkret:

    • Literasi Digital dan Kritis: Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil harus gencar menggalakkan program literasi digital yang tidak hanya mengajarkan penggunaan teknologi, tetapi juga kemampuan berpikir kritis dalam menyaring informasi, mengidentifikasi hoaks, dan memahami bias informasi.
    • Penguatan Media Massa yang Kredibel: Mendukung dan memperkuat peran media massa profesional yang menjunjung tinggi kode etik jurnalistik sebagai penyeimbang informasi di tengah banjir konten digital.
    • Regulasi yang Efektif namun Tidak Represif: Pemerintah perlu merumuskan regulasi yang mampu menindak penyebaran hoaks dan ujaran kebencian tanpa membatasi kebebasan berekspresi yang konstruktif. Regulasi ini harus transparan dan akuntabel.
    • Platform Digital Bertanggung Jawab: Mendorong platform media sosial untuk lebih bertanggung jawab dalam memoderasi konten dan mengembangkan algoritma yang tidak hanya memprioritaskan “engagement” tetapi juga penyebaran informasi yang sehat dan akurat.
  2. Tantangan: Kesenjangan Partisipasi dan Akses Digital dalam Proses Demokrasi.

    Analisis: Meskipun digitalisasi menawarkan potensi partisipasi yang lebih luas, faktanya masih terdapat kesenjangan digital (digital divide) di Indonesia. Masyarakat di daerah terpencil, kelompok ekonomi lemah, atau lansia mungkin memiliki akses terbatas terhadap internet dan perangkat digital. Hal ini dapat menyebabkan marginalisasi dalam proses pengambilan keputusan publik yang semakin banyak beralih ke platform digital, sehingga prinsip kerakyatan yang mengedepankan partisipasi seluruh elemen bangsa tidak tercapai secara merata. Keadilan sosial tercederai karena suara sebagian masyarakat tidak terwakili.

    Solusi Konkret:

    • Pemerataan Infrastruktur Digital: Pemerintah harus mempercepat pembangunan dan pemerataan infrastruktur internet hingga ke pelosok daerah, memastikan akses yang terjangkau dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
    • Edukasi dan Pelatihan Digital Inklusif: Menyediakan program edukasi dan pelatihan digital yang menyasar kelompok-kelompok yang kurang terlayani, termasuk pelatihan penggunaan platform partisipasi publik online.
    • Desain Platform Partisipasi yang Aksesibel: Mengembangkan platform e-governance dan e-partisipasi yang user-friendly, inklusif, dan dapat diakses melalui berbagai perangkat (tidak hanya smartphone/komputer canggih) serta mempertimbangkan kebutuhan kelompok disabilitas.
    • Kombinasi Partisipasi Digital dan Konvensional: Tetap mempertahankan dan memperkuat saluran partisipasi konvensional (misalnya, pertemuan tatap muka, kotak saran fisik) sebagai pelengkap partisipasi digital, untuk memastikan bahwa semua suara dapat didengar, terlepas dari tingkat akses digital mereka.

Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, Demokrasi Pancasila dapat diwujudkan secara lebih substansial, memastikan bahwa nilai-nilai musyawarah mufakat dan keadilan sosial benar-benar tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era digital.