Mampukah Pendidikan Kewarganegaraan menjadi lokomotif yang tangguh untuk menarik “Nation’s Competitiveness” yang tertinggal dari negara lain?
Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang berjiwa pancasila, berwawasan kebangsaan, berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan mampu berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Namun, apakah pendidikan kewarganegaraan sudah cukup efektif dalam mencapai tujuan tersebut? Apakah pendidikan kewarganegaraan bisa menjadi lokomotif yang tangguh untuk menarik “Nation’s Competitiveness” yang tertinggal dari negara lain?
Menurut data World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat 73 dari 141 negara dalam Indeks Daya Saing Global 2019. Indeks ini mengukur seberapa siap suatu negara untuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari revolusi industri keempat. Indeks ini terdiri dari 12 pilar, salah satunya adalah pilar pendidikan dan keterampilan. Dalam pilar ini, Indonesia mendapat skor 56,4 dari 100, di bawah rata-rata regional Asia Pasifik yang mencapai 64,6. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan warga negaranya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan dan keterampilan adalah kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman. Kurikulum harus mampu mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan oleh warga negara di era digital, seperti literasi digital, pemecahan masalah kompleks, berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Kurikulum juga harus mendorong pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) yang memungkinkan warga negara untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Dalam konteks ini, pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting untuk membekali warga negara dengan kompetensi-kompetensi tersebut. Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya mengajarkan tentang pengetahuan dasar mengenai negara dan konstitusi, tetapi juga tentang nilai-nilai dan sikap yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang baik. Pendidikan kewarganegaraan harus mampu menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam, serta sikap toleransi dan menghargai perbedaan.
Pendidikan kewarganegaraan juga harus mendorong partisipasi aktif warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Partisipasi aktif tidak hanya berarti ikut serta dalam pemilihan umum atau organisasi kemasyarakatan, tetapi juga dalam hal-hal yang lebih kecil seperti memberikan masukan atau kritik kepada pemerintah, melakukan aksi sosial atau lingkungan, atau berbagi informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Partisipasi aktif juga mencakup kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara cerdas dan etis di era digital.
Dengan demikian, pendidikan kewarganegaraan bisa menjadi lokomotif yang tangguh untuk menarik “Nation’s Competitiveness” yang tertinggal dari negara lain. Pendidikan kewarganegaraan bisa membantu Indonesia untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, berdaya saing, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Namun, untuk itu diperlukan upaya bersama dari semua pihak, baik pemerintah, pendidik, orang tua, maupun masyarakat luas. Pendidikan kewarganegaraan harus menjadi bagian dari kurikulum yang terintegrasi, inovatif, dan kontekstual. Pendidikan kewarganegaraan juga harus didukung oleh lingkungan belajar yang kondusif, demokratis, dan inklusif. Pendidikan kewarganegaraan adalah tanggung jawab kita bersama.