Biografi Mohammad Hatta, Pahlawan Proklamator dan Bapak Koperasi Indonesia

mohammad hatta

Biografi Mohammad Hatta – Siapa yang tidak kenal dengan Mohammad Hatta atau yang biasa disapa Bung Hatta? Mayoritas peduduk Indonesia pasti tidak asing dengan nama dan sosok beliau.

Mohammad Hatta dikenal sebagai salah satu proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, sekaligus Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Beliau juga dikenal sebagai Bapak Koperasi.

Biografi Singkat Mohammad Hatta

Mohammad Hatta atau Bung Hatta lahir di Bukittinggi Sumatera Barat, pada 12 Agustus 1902. Beliau lahir dengan nama Muhammad Athar. Ayah beliau bernama Haji Muhammad Djamil, yang berasal dari Batu Hampar, Sumatera. Sedangkan Ibunya bernama Siti Saleha, keturunan antara Minangkabau dan Jawa. Ketika Bung Hatta berumur 8 bulan, ayahnya meninggal dunia.

Dari pihak ayah, Bung Hatta memiliki kakek yang merupakan seorang ulama besar pendiri surau di Batu Hampar dekat dengan Bukittinggi. Surau Batu Hampar terkenal di era 1800-an dan memiliki banyak murid yang berasal dari seluruh penjuru tanah air. Ayah Mohammad Hatta meninggalkan kehidupan ulama karena tertarik untuk berdagang. Bung Hatta dekat dengan pamannya, Syekh Arsyad, yang mendidiknya dalam bidang keagamaan sejak Bung Hatta berusia 7 tahun.

Nama Hatta memiliki kaitannya dengan nama seorang penyair terkenal dari Persia, yakni Fariduddin al Aththar, yang juga seorang sufi. Bung Hatta awalnya dipanggil Attar atau yang secara harfiah berarti parfum. Namun karena ucapan atau dialek orang Minangkabau, akhirnya beliau mengucah nama dari Attar menjadi Hatta.

Hatta bersekolah di Bukittinggi dan Padang.  Di tahun 1913 sampai 1916, ia menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Melayu Fort de Kock di Minangkabau. Di tahun 1916 ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School atau ELS di Padang. Di tahun 1919, ia menempuh pendidikan di Meer Uirgebreid Lagere School atau MULO di Padang. Di tahun 1921, ia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School di Batavia. Lalu di tahun 1932, ia menempuh pendidikan di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam, Belanda.

Pada tanggal 18 November 1945, Bung Hatta menikah dengan Rahmi Hatta yang kemudian dikaruniai 3 orang anak perempuan. Ketiga anaknya bernama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta, dan Haiida Nuriah Hatta.

Perjalanan Karir Mohammad Hatta

Ternyata kesadaran politik Mohammad Hatta sudah ada sejak ia masih menjadi seorang pelajar. Karena selain aktif bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) dan belajar agama di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), Mohammad Hatta juga aktif mengikuti pertemuan politik yang diadakan oleh tokoh politik di Padang. Sejak menjadi seorang pelajar, Mohammad Hatta sudah sering bergelut dengan bentuk-bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh Belanda. Kesadaran politiknya terus tumbuh dan berkembang seiring usianya.

Mohammad Hatta dikenal sangat senang membaca buku. Sejak remaja beliau banyak menghabiskan waktu untuk membaca gagasan para tokoh penting. Beliau pun tidak menyimpan pengetahuan yang ia dapatkan. Beliau aktif menulis gagasan-gagasannya untuk dapat dinikmati dan dikembangkan oleh masyarakat.

Tulisan pertama yang beliau buat adalah cerpen. Itu beliau buat di usia 18 tahun. Cerpen itu berjudul “Namaku Hindania!” dan diterbitkan oleh majalah Jong Sumatra. Cerita pendek itu Mohammad Hatta buat sebelum berangkat ke Belanda.

Mohammad Hatta mendapatkan beasiswa dari Yayasan van Deventer dan resmi menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Bisnis Rotterdam di tahun 1921. Selain dapat berbahasa Belanda, Mohammad Hatta juga dapat berbahasa Inggris, Perancis, dan juga Jerman. Kemampuannya dalam berbahasa membuat tulisan-tulisannya tentang gagasan Kemerdekaan Indonesia menyebar secara luas di berbagai negara.

Kedatangannya ke negeri Belanda membuatnya semakin lihat dalam menulis. Pemikirannya tentang kemerdekaan Indonesia semakin membuatnya bergerak maju. Beliau pun berhasil mengubah gagasan perhimpunan mahasiswa Hindia yang bernama Indische Vereeniging yang semulai bersifat sosial, berubah menjadi gerakan politik perlawanan. Melalui perhimpunan itu, Mohammad Hatta dan temannya menerbitkan majalah berjudul Indonesia Merdeka. Nama itu cukup provokatif. Sebelumnya majalah itu bernama Hindia Poetra.

Mohammad Hatta semakin sering memuat tulisan yang mengkritik tajam pemerintahan Belanda. Merasa terusik, pada tahun 1927, Belanda pun menahan Mohammad Hatta. Namun itu tidak membuat semangat Mohammad Hatta padam. Beliau tetap menulis merki berada di ruang tahanan yang sempit. Beliau menulis sebuah pidato berjudul Indonesia Merdeka.

Pidato tersebut Mohammad Hatta bacakan di hadapan pengadilan selama kurang lebih 3 jam. Tulisan tajamnya semakin didengar dan tersebar luas di masyarakat, bahkan dunia.

Setelah menyelesaikan sekolahnya di Perguruan Tinggi Belanda, Mohammad Hatta bertemu dengan Sutan Sjahrir di Indonesia. Mereka berdua membentuk partai politik yang fokus pada aspek pendidikan politik dan pemberdayaan rakyat yang terjajah. Partai tersebut mereka namai Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI.

Namun bukan Mohammad Hatta jika setiap gerakannya tidak dilawan oleh kolonial Belanda. Perlawanannya melalui tulisan yang dimuat di majalah Daulat Ra’jat dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Beliau kemudian diasingkan di sebuah wilayah bernama Boven Digul. Wilayah itu terletak di Irian, yakni di bagian timur Indonesia.

Di tempat pengasingannya tersebut, Mohammad Hatta tetap menulis gagasannya. Tulisannya dibuat di koran-koran Batavia dan juga Den Haag Belanda. Beliau dikenal pejuang kemerdekaan tanpa kekerasan. Perjuangannya dikenal melalui tulisan-tulisannya yang tidak pernah berhenti dan mati.

Mohammad Hatta sebagai Pahlawan Proklamator

Pada 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menyerang Pearl Harbol dan memicu Perang Pasifik. Setelah itu, Jepang menguasai beberapa daerah termasuk Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda segera memindahkan orang-orang buangan dari Digul ke Australia karena khawatir bekerja sama dengan Jepang. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir pun dipindahkan pada bulan Februari tahun 1942 ke Sukabumi. Namun setelah itu, mereka dibawa kembali ke Jakarta dan bertemu dengan Mayor Jenderal Harada.

Mayor Jenderal Harada menawarkan kerja sama dengan Mohammad Hatta. Ia menawarkan akan memberi jabatan penting pada Mohammad Hatta. Namun Mohammad Hatta menolak dan memilih untuk menjadi penasihat. Mohammad Hatta pun diangkat menjadi penasihat dan diberi kantor di Pegangsaan Timur. Jepang berharap Mohammad Hatta dapat memberikan nasihat yang menguntungkan Jepang. Namun Mohammad Hatta justru memanfaatkan itu untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Mendekati Proklamasi tanggal 22 Juni 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI membentuk panitia kecil yang bernama Panitia Sembilan. Panitia kecil tersebut bertuga mengolah konsep mengenai dasar negara Indonesia. Panitia kecil itu terdiri dari 9 orang, yakni Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo, A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, Mohammad Hatta diundang ke Dalat, Vietnam, BERSAMA Ir. Soekarno dan Radjiman Wedyodiningrat. Mereka dilantik sebagai Ketua dan Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI oleh Panglima Asia Tenggara, Jenderal Terauchi.

Pada tanggal 16 Agustus 1945, terjadi Peristiwa Rengasdengklok, yang mana Mohammad Hatta dan Ir. Soekarno diculik dan dibawa ke Rengasdengklok. Penculikan itu dilakukan oleh pemuda dengan tujuan mempercepat tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia. Malam hari, mereka mengadakan rapat untuk persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Laksamana Tadashi Maeda, yakni di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Mohammad Hatta bersama Ir. Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, pada pukul 10.00 WIB. Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, Mohammad Hatta resmi dipilih sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia pertama, mendampingi Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama.

Mohammad Hatta sebagai Bapak Koperasi

Mohammad Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi karena perannya yang cukup besar dalam memajukan koperasi di Indonesia. Mohammad Hatta resmi menjadi Bapak Koperasi melalui Kongres Koperasi Indonesia di Bandung pada 17 Juli 1953.

Pada tanggal 12 Juli 1951, Mohammad Hatta membacakan pidato di radio untuk menyambut Hari Koperasi Indonesia. Pidato tersebut menerangkan pandangan serta gagasannya terhadap perkembangan koperasi di Indonesia. Masyarakat pun dapat mengetahui besarnya perhatian Mohammad Hatta pada pertumbuhan koperasi di Indonesia.

Salah satu bentuk sumbangsih Mohammad Hatta di bidang ekonomi adalah Pasal 33 Undang-Undang Dasar tahun 1945. Pasal ini adalah salah satu undang-undang yang mengatur tentang pengertian perekonomian, pemanfaatan sumber daya alam, dan prinsip perekonomian nasioal. Bunyi dari pasal ini yakni,

  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  3. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Pikiran-pikirannya tentang koperasi dituangkan dalam buku yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun yang diterbitkan pada tahun 1971. Bagi Mohammad Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi adalah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lembah untuk dapat mengendalikan pasar. Itulah mengapa koperasi harus dapat bekerja dalam sistem pasar dengan menerapkan prinsip efisiensi.

Akhir Hayat Mohammad Hatta

Mohammad Hatta meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pad apukul 18.56, di tanggal 14 Maret 1980. Beliau kemudian disemayamkan di kediamannya di Jalan Diponegoro 57, Jakarta, dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Sebelumnya Mohammad Hatta telah dirawal di rumah sakit sebanyak 6 kali, yakni pada tahun 1963, 1967, 1971, 1976, dan 1980.

Penghargaan yang Diterima Mohammad Hatta

Pada tahun 1986, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Proklamator oleh pemerintahan Soeharto. Lalu di tahun 2012, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain gelar kepahlawanan, Mohammad Hatta juga pernah diberi penghargaan sebagai Doktor Honoris Causa oleh Universitas Gadjah di tahun 1956. Lalu sebagai Bintang Republik Indonesia Kelas 1 oleh Pemerintah Republik Indonesia di tahun 1972. Lalu sebagai warga utama Ibu Kota Jakarta di tahun 1972. Lalu sebagai Doktor Honoris Causa oleh Universitas Hassanuddin di tahun 1973. Kemudian yang terakhir yakni sebagai Doktor Honoris Causa oleh Universitas Indonesia di tahun 1075.

Baca juga artikel terkait “Biografi Mohammad Hatta” berikut :

Pos terkait

Tinggalkan Balasan