Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia Dan Upaya Penyelesaiannya

pelanggaran ham di indonesia

Terdapat beberapa kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang bahwa hingga saat ini belum bisa terselesaikan. Hal tersebut menjadi luka yang masih membekas di hati dan pikiran masyarakat, karena  pada dasarnya, hak asasi merupakan milik pribadi setiap orang yang tidak bisa diambil oleh pihak lain.

Pelanggaran terhadap hak asasi dianggap sebagai pelanggaran kemanusiaan. Pelanggaran yang dilakukan oleh individu maupun kelompok terhadap hak asasi manusia akan ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.

Jenis Pelanggaran HAM

Kasus pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua kategori, yaitu berat dan ringan. Pelanggaran ringan yang sering terjadi meliputi pencemaran nama baik, tindakan pengancaman, tindak kekerasan dan lainnya. Sedangkan tindakan yang termasuk dalam pelanggaran HAM berat adalah sebagai berikut.

1. Kejahatan terhadap kemanusiaan

Kejatahan ini termasuk dalam perbuatan yang dianggap sebagai serangan sistematis yang telah direncanakan dan diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan kepada penduduk sipil.

Kejahatan yang dimaksud bisa berupa pemusnahan, pembunuhan, penyiksaan, perbudakan, penghilangan orang secara paksa, perampasan kemerdekaan, pemerkosaan dan lain sebagainya.

2 Kejahatan Genosida

Kejatahan genosida adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan atau memusnahkan sebagian atau sekelompok bangsa, ras atau kelompok tertentu. 

Kejahatan ini dilakukan dengan cara membunuh anggota pihak terkait, memaksa tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran dan memindahkan secara paksa anak-anak ke dalam kelompok lain.

Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Telah tercatat sekitar 51 kasus pelanggaran HAM yang masih belum diselesaikan oleh pemerintah. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia tersebut menjadi luka yang sulit dilupakan oleh masyarakat.

Kasus-kasus tersebut terdiri dari berbagai tragedi seperti penggusuran paksa, pelanggaran hak-hak buruh, perampasan lahan, pelanggaran hak sebagai pemeluk agama dan lain sebagainya. 

Terdapat beberapa kasus pelanggaran HAM yang bersejarah dan beberapa diantara masih belum dianggap selesai. Simak penjelasannya sebagai berikut.

1. Penembakan misterius (Petrus) tahun 1982-1985

Kasus penembakan misterius atau yang dikenal dengan petrus merupakan operasi rahasia yang digelar oleh mantan Presiden Soeharto dengan dalih mengatasi tingkat kejahatan yang ada di Indonesia. 

Dalam kegiatan tersebut diketahui telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap pihak yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman rakyat.

Pada tahun 1983, sebanyak 532 orang tewas dan 367 orang diantaranya meninggal karena ditembak. Pada tahun 1984, 107 orang meninggal dengan 15 diantaranya mengalami luka tembak. Dan pada tahun 1985, terdapat 74 orang tewas dan 28 antaranya meninggal karena ditembak.

2. Tragedi 1965-1966

Pada tahun 1965-1966, pemerintah melakukan razia besar-besaran terhadap simpatisan PKI atas peristiwa terbunuhnya sejumlah jenderal. Razia tersebut dikenal sebagai operasi untuk membersihkan PKI. 

Pada saat itu, terdapat 500 ribu – 3 juta warga yang tewas terbunuh. Sedangkan ribuan lainnya diasingkan dan dalam sisa hidupnya dibayangi oleh stigma sebagai PKI. 

Akibat hal tersebut, Komnas HAM justru balik menuding Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan semua panglima militer daerah yang menjabat sebagai pihak yang harus bertanggung jawab akan peristiwa tersebut. 

Pada tahun 2013, Kejaksaan mengembalikan berkas tragedi tersebut kepada Komnas HAM dengan alasan data kurang lengkap sehingga kasus tidak bisa diselidiki lebih lanjut.

3. Tragedi Wamena (4 April 2003)

Pada tanggal 4 April tahun 2003 waktu dini hari, tiba-tiba terdapat sekelompok massa yang tidak dikenal membobol gudang senjata miliki Markas Kodim 1702 di Wamena. Dalam penyerangan tersebut 2 anggota Kodim dinyatakan tewas. 

Kelompok tersebut juga membawa lari sejumlah amunisi dan senjata yang tersimpan di markas. Selanjutnya aparat TNI Polri melakukan penangkapan, penyiksaan, penyisiran dan perampasan secara paksa sehingga menyebabkan korban jiwa berjatuhan. 

Dalam peristiwa ini 42 orang meninggal dunia akibat kelaparan dan 15 orang lainnya menjadi korban perampasan. 

Setelah diselidiki terjadi Komnas HAM juga menemukan adanya pemaksaan yang berkaitan dengan penandatanganan surat pernyataan khsusu dan perusakan fasilitas umum yang digunakan oleh masyarakat.

4. Tragedi Semanggi dan Kerusuhan Mei 1998

Pada bulan Mei tahun 1998, terjadi tragedi kerusuhan besar-besaran di hampir seluruh wilayah yang ada di Indonesia, terutama kota Jakarta dan sekitarnya. 

Kerusuhan tersebut mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia, ratusan wanita menjadi korban perkosaan dan tertembaknya mahasiswa peserta yang mengikuti demonstrasi. 

Dalam proses hukumnya, Kejaksaan Agung mengatakan bahwa kasus tersebut dapat ditindaklanjuti apabila memiliki rekomendasi dari DPR ke Presiden. 

Sampai sekarang, belum juga ada rekomendasi sehingga Kejaksaan Agung mengembalikan berkas tersebut kepada penyelidik ke Komnas HAM. 

Kejaksaan Agung mengatakan bahwa kasus tersebut tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak ditemukan pelanggaran HAM berat ada kasus tersebut. Sebab, kasus penembakan mahasiswa Trisakti telah diputuskan oleh Pengadilan Militer di tahun 1999.

5. Pembunuhan Marsinah tahun 1993

Marsinah merupakan seorang buruh pabrik dan aktivis yang aktif pada zaman Orde Baru yang ditemukan tewas karena diduga mengalami penyiksaan. 

Pada tanggal 3-4 Mei tahun 1998, Marsinah dan beberapa rekannya melakukan demonstrasi karena pabriknya bekerja tidak mau menaikkan upah sesuai dengan edaran Gubernur Jawa Timur. 

Pada siang hari tanggal 5 Mei, 13 teman Marsinah ditangkap oleh Kodim Sidoarjo atas tuduhan penghasutan kepada para buruh agar tidak masuk untuk bekerja. Rekan-rekannya dipaksa untuk mengundurkan diri. 

Marsinah datang ke Kodim untuk menanyakan dimana keberadaan rekan-rekannya. Namun pada malam harinya, Marsinah diketahui menghilang dan tidak ada yang tahu tentang keberadaannya. 

Marsinah baru bisa ditemukan pada tanggal 8 Mei tahun 1993 dalam keadaan meninggal dunia. Dari hasil otopsi yang dilakukan, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena mengalami penyiksaan berat.

6. Terbunuhnya Munir

Salah satu aktivis HAM yang paling berpengaruh di Indonesia yaitu Munir Said Thalin ditemukan meninggal dunia dalam pesawat jurusan Jakarta – Amsterdam pada tanggal 7 September 2004. 

Namanya dikenal saat beliau menjabat sebagai Dewan Kontras atau komite untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan. Diketahui bahwa Munir menjadi pembela bagi para aktivis yang menjadi korban penculikan oleh Tim Mawar dari pasukan khusus.

Menurut uji forensik yang dilakukan oleh kepolisian Belanda, ditemukan jejak senyawa arsenik dalam proses otopsi yang dilakukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Munir meninggal dunia karena diracun oleh seseorang. 

Terdapat pihak yang tidak menyukai aksi Munir untuk memperjuangkan hak asasi manusia. Dalam penyelidikan, Pilot maskapai Garuda bernama Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan bersalah sebagai pelaku yang memberikan Munir racun dalam penerbangannya.

Namun hingga kini kasus Munir belum dianggap selesai oleh para aktivis HAM. Banyak pihak merasa belum adanya keadilan dalam kasus tersebut.

7. Penculikan aktivis 1998

Kasus penculikan aktivis yang terjadi pada tahun 1998 merupakan peristiwa pelanggaran HAM berupa penghilangan secara paksa. Tragedi tersebut terjadi menjelang sidang umum MPR pada tahun 1998. 

Peristiwa tersebut menewaskan 1 orang, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa dan 19 orang lainnya dirampas kemerdekaan fisiknya. Komnas HAM telah menyimpulkan bahwa peristiwa ini termasuk dalam kasus pelanggaran HAM kategori berat.

8. Tragedi Trisakti

Pada tanggal 12 Mei 1998, terjadi tragedi yang membuat mahasiswa berdemonstrasi untuk menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya. Hal tersebut berdampak pada terjadinya bentrok antara aparat dan juga mahasiswa. 

Aparat berupaya untuk menghentikan mahasiswa tapi pihak mahasiswa justru semakin melawan. Akibat bentrokan tersebut, 4 orang mahasiswa tewas dan yang lainnya mengalami luka ringan hingga berat.

9. Bom Bali I & II tahun 2002 & 2005

Tragedi bom Bali merupakan aksi terorisme yang termasuk dalam salah satu kasus pelanggaran HAM kategori berat. Aksi pengeboman ini terjadi 2x yaitu Bom Bali I terjadi pada 12 Oktober 2002 dan tragedi Bom Bali II terjadi pada tanggal 1 Oktober 2005. 

Tragedi Bom Bali I yang meledak di Kuta menyebabkan 202 orang meninggal dunia dan 209 orang luka-luka. 

Sedangkan Tragedi Bom Bali II, terdapat 3 buah bom yang meledak di Kuta dan Jimbaran. Tragedi kedua tersebut menewaskan 23 orang (4 diantaranya adalah wisatawan asing dan 3 pelaku). Selain itu 196 orang lainnya dinyatakan mengalami luka-luka.

Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pelanggaran HAM yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan sengaja atau tidak yang mana secara hukum dianggap membatasi, menghalangi, mengurangi atau mencabut hak asasi yang dimiliki oleh pihak lain.

Pada hakikatnya, HAM dilindungi secara hukum dan undang-undang sehingga tidak ada satupun pihak yang membatasi atau mengambilnya. Pelanggaran HAM dianggap sebagai pelanggaran kemanusiaan yang harus ditindaklanjuti secara serius.

Sebelum adanya Pengadilan HAM, upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM adalah dengan cara melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kasus pelanggaran di lembaga khusus yang dibentuk oleh presiden dan berada dalam lingkup peradilan umum.

Setelah berlakunya undang-undang No 26 tahun 200, seluruh kasus pelanggaran HAM ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan yang diselenggarakan oleh pengadilan HAM.

Peradilan Atas Pelanggaran HAM di Indonesia

Kasus pelanggaran HAM di Indonesia akan terus terjadi jika tidak secepatnya ditangani dengan tuntas. Negara yang tidak bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM disebut dengan unwillingness atau negara yang tidak memiliki kemampuan untuk dapat menegakkan hak asasi manusia.

Beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di suatu negara akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional jika upaya penyelesaiannya tidak juga menemukan solusi. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa kedaulatan negara tersebut sangat lemah dan wibawa yang dimilikinya akan runtuh.

Menghindari hal tersebut, Indonesia selalu berupaya untuk menangani kasus pelanggaran HAM sendiri hingga selesai tanpa bantuan Mahkamah Internasional. Indonesia bahkan telah membentuk lembaga peradilan yang secara khusus akan menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi.

Sesuai dengan UU RI nomor 26 tahun 2000 pasal 10, kasus pelanggaran HAM tingkat berat akan diselesaikan berdasarkan ketentuan yang tertulis pada Hukum Acara Pidana. 

Proses penyelidikan dan penangkapan akan dilakukan oleh Jaksa Agung yang disertai dengan adanya perintah dan alasan penangkapan yang jelas, kecuali pada saat itu pelaku tertangkap tangan. 

Penahanan untuk melakukan proses pemeriksaan untuk sidang di pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan bisa diperpanjang paling lama 30 hari oleh Pengadilan Negeri sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pihak yang berwenang untuk menanggani kasus pelanggaran HAM berat adalah Komnas HAM. Dalam melaksanakan tugasnya, Komnas HAM akan membentuk tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan masyarakat. 

Hasil penyelidikan yang berbentuk laporan kasus akan diserahkan kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyelidik. Jaksa Agung akan bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung harus menindaklanjuti laporan tersebut dan membentuk penyidik yang beranggotakan pemerintah dan rakyat. 

Selanjutnya kasus pelanggaran HAM tersebut akan diperiksa dan diputuskan oleh pengadilan HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara yang diterima dan dilimpahkan dari penyidik kepada pengadilan HAM. 

Kasus pelanggaran HAm harus ditindaklanjuti secara jujur dan menyeluruh. Suatu negara yang tidak mampu melaksanakan upaya peninjauan, penghormatan dan penegakan HAM akan mendapatkan konsekuensi sebagai berikut.

  • Meningkatkan jumlah kemiskinan di lingkungan masyarakat.
  • Kesulitan untuk mendapatkan bantuan dari negara asing dan lainnya.
  • Memperbesar angka pengangguran di negara tersebut.
  • Kesulitan untuk mencari atau mendapatkan mitra kerjasama di berbagai bidang.
  • Memperlemah daya beli yang terjadi pada lingkungan masyarakat.
  • Menurunkan pendapatan nasional sebuah negara.
  • Menurunkan tingkat kehidupan masyarakat yang ada pada suatu negara.

Peradilan Serta Sanksi Atas Pelanggaran HAM Internasional

Proses penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan kasus pelanggaran HAM pada tingkat internasional secara umum sama dengan sistem penanganan pelaku kejahatan yang lainnya sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia.

Secara garis umum jika terdapat kasus pelanggaran HAM berat dan berskala internasional proses peradilan harus memenuhi syarat tertentu baru bisa diproses oleh peradilan pidana tingkat internasional.

Saat suatu negara melakukan penuntutan atau penyidikan terhadap kasus kejahatan yang terjadi, maka pengadilan pidana internasional tidak diperbolehkan untuk ikut campur dalam mengatasi hal tersebut.

Namun posisi tersebut bisa berubah menjadi diterima apabila negara yang bersangkutan tidak mampu melaksanakan tugas investigasi dan penuntutan terkait kasus yang sedang berjalan.

Kasus yang telah diinvestigasi oleh sebuah negara kemudian negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melakukan penuntutan lanjutan terhadap pelaku, maka peradilan pidana tingkat internasional berada dalam posisi ditolak dan tidak dapat memproses kasus tersebut. 

Namun kondisi tersebut bisa berubah menjadi diterima jika negara berkaitan menunjukkan keengganan atau ketidakmampuan dalam melakukan penuntutan.

Jika pelaku kejahatan kasus pelanggaran HAM telah diadili dan mendapatkan kekuatan hukum yang tetap, maka secara otomatis dalam diri pelaku telah melekat asas nebus in idem yang artinya seseorang tidak dapat dituntut 2x dalam kasus yang sama setelah adanya putusan peradilan berkekuatan tetap.

Putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan tersebut bersalah dapat berakibat pada dikenakannya sanksi dan hukuman. 

Sanksi internasional yang dijatuhkan juga kan berdampak pada negara karena dinilai melakukan kasus pelanggaran dan tidak peduli terhadap kasus pelanggaran HAM di negara. Berikut beberapa hukuman yang akan diberikan untuk negara tersebut.

  • Pemboikotan produk ekspor yang dilakukan.
  • Pengalihan investasi dan penanaman modal asing.
  • Pengurangan tingkat kerja sama yang dilakukan.
  • Diberlakukannya travel warning yaitu sebuah peringatan bahaya untuk berkunjung ke negara tertentu yang berlaku untuk warga negaranya sendiri.
  • Pengurangan bantuan ekonomi yang akan diberikan.
  • Memberlakukan embargo dalam bidang ekonomi.
  • Pemutusan hubungan secara diplomatik dengan negara lain.

Kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang telah terjadi bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran agar tidak terulang lagi kasus yang sama. Hal tersebut juga bisa menjadi masukan bagi pemerintah unt

Pos terkait

Tinggalkan Balasan