Pengertian Otonomi Daerah – Penyelenggaraan otonomi daerah baru bisa dirasakan sepenuhnya setelah Indonesia mengalami reformasi besar-besaran di tahun 1998. Sebelumnya, pemerintah Orde Baru tidak mengindahkan otonomi daerah karena sifat pemerintahannya yang tersentralisasi.
Setelah adanya ketetapan untuk melaksanakan otonomi daerah, masyarakat bisa langsung bertindak sebagai pengawas pemerintah. Tak ada lagi pemerintahan yang tertutup. Semuanya harus dilakukan secara jujur, terbuka dan bersih sesuai dengan cita-cita dan tujuan dari otonomi daerah.
Daftar Isi
A. Sejarah Pembentukan Otonomi Daerah
Era reformasi menjadi titik balik bangsa Indonesia dalam perubahan struktur pemerintahan. Masyarakat meminta agar lapisan pemerintah memiliki transparansi agar kehidupan sosial dan politik menjadi lebih baik. Itu sebabnya, asas-asas pemerintah Orde Baru tak lagi digunakan.
Permintaan masyarakat tentang hal ini pun dipertimbangkan oleh pemerintah. Mereka akhirnya memutuskan untuk mengubah sistem yang lebih baik, terbuka, dan tidak lagi otoriter. Salah satu kebijakan yang berubah adalah otonomi daerah. Tujuannya adalah menjadikan bangsa ini lebih demokratis.
Undang-Undang mengenai otonomi daerah sudah ada dan tercantum dalam UU no. 5 tahun 1974. Meski begitu, Orde Baru tak melakukannya dengan baik. UU tersebut hanya dijadikan formalitas semata agar pemerintahan terkesan demokratis. Sistem Orde Baru masih terpusat ke pemerintah pusat.
Selain itu, pemerintah Orde Baru juga mengingkarinya dengan cara penyeragaman pemerintah desa. Cara penataan seperti ini tentu saja melukai budaya lokal yang khas sehingga kehilangan jati dirinya. Padahal, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari kemajemukan budaya. Sentralisasi ini kemudian dihilangkan.
Kemudian pada tahun 1998 terjadilah era reformasi. Di era ini, masyarakat menuntut adanya transparansi pemerintahan. Mereka juga menginginkan sikap negara yang jujur dan terbuka. Karena perdebatan dan demonstrasi yang sengit, maka diputuskanlah bahwa konsep otonomi daerah dibentuk untuk perbaikan.
B. Pengertian Otonomi Daerah
Konsep utama otonomi daerah adalah tentang tata kelola negara agar lebih efektif. Tujuannya adalah agar setiap daerah bisa mengambil keputusan atau kebijakannya sendiri. Sehingga nanti, mereka tidak perlu tersentralisasi dengan pemerintah pusat untuk urusan-urusan yang sifatnya lokal dan khas.
Dalam artian yang lebih sempit, otonomi daerah bisa dianggap sebagak kepercayaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mandiri dan berdaya. Mereka bisa mengambil keputisan sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Sentralisasi tidak perlu dilakukan karena sifat masyarakat Indonesia yang beragam.
Secara harfiah, otonomi berasal dari kata auto dan nomos. Bahasa latin Yunani ini mengandung arti peraturan mandiri. Pemerintah daerah akan memiliki wewenang dalam menentukan nasibnya. Mereka harus melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan memberi pelayanan masyarakat sesuai norma dan hukum yang berlaku.
Hakikatnya, asas otonomi daerah merupakan pembagian kekuasaan dalam mekanismenya yang berbentuk vertikal. Hubungan atas-bawah ini disebut juga sebagai pemisahan kekuasaan. Pemisahan ini bersifat distribusi kekuasaan sehingga pelaksanannya lebih efektif. Inilah pengertian otonomi secara luas.
Kebijakan otonomi juga sebenarnya sudah tercantum dalam UUD 1945. Ada peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Otonomi merupakan kedaulatan rakyat dan berdasarkan permusyawaratan rakyat.
Daerah apa yang masuk ke dalam lingkup otonomi? Dalam pengertiannya di UUD 1945, lingkup otonomi adalah daerah yang lebih kecil dari provinsi, misalnya kabupaten atau kota dan seterusnya. Namun, susunan pemerintah masih dikendalikan oleh peraturan UU tentang desentralisasi kenegaraan.
C. Tujuan Otonomi Daerah
1. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Otonomi menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Artinya, negara mengakui bahwa partisipasi rakyat sangatlah penting. Di mata negara, semua lapisan masyarakat memiliki hak andil dalam penyelenggaraan negara. Untuk itu, otonomi daerah akan membuka peluang agar masyarakat bisa ikut dalam membina daerahnya.
Selain partisipasi dalam jabatan publik, masyarakat juga bisa menjadi bagian pengawas jalannya pemerintahan otonomi. Proses pemerintahan tentu saja harus dituntut transparan, responsif, akuntabel, efisien dan bersih. Partisipasi masyarakat diharapkan bisa menjaga dan mengimplementasikan pemerintahan dengan tujuan tersebut.
2. Sebagai pendidikan politik
Politik tak hanya tentang partisipasi dalam sebuah partak atau hanya pemilihan presiden saja. Rakyat yang ikut andil dalam mengawasi pemerintahan daerah juga artinya ikut dalam sebuah struktur politik. Nantinya masyarakat akan sadar betapa pentingnya mereka dalam menjalankan pemerintahan yang sah.
3. Memilih pemimpinnya sendiri
Indonesia menganut sistem demokrasi. Dari pimpinan yang terbawah setingkat kepala desa hingga gurbernur, masyarakat harus berpartisipasi dalam pemilihannya. Negara tidak boleh menunjuk siapapun secara mutlak. Hal ini sesuai dengan Pancasila sila ke-4 bahwa kerakyatan berdasarkan hasil musyawarah.
Negara hanya akan mengawasi jalannya pemilihan dan sebagai penyelenggara saja. Mereka yang maju dalam pemilihan juga berasal dari rakyat. Pegawai negeri sipil tidak boleh menjadi bagian ini. Partisipasi masyarakat dalam pemilihan dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kepuasan pelayanan pemerintah.
4. Membangun kepercayaan publik
Belajar dark Orde Baru, masyarakat tidaklah puas dengan sistem pemerintahan seperti itu. Pemimpin dengan perintah mutlak, sentralisasi otonomi, juga melarang masyarakat berpartisipasi malah menyakiti masyarakat sebagai warga negara. Mereka punya hal untuk ikut ke dalam pemerintahan sekaligus mengawasi.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, masyarakat bisa secara langsung mengawasi pemerintahan. Mereka yang memilih, maka mereka juga berhak menyampaikan kritik terkait kinerja pemerintah. Dengan begitu, tak ada lagi absolutisme dalam pemerintah. Otonomi akan membangun kepercayaan publik.
D. Asas-Asas Otonomi Daerah
1. Asas Desentralisasi
Desentralisasi merupakan kebalikan dari sentralisasi. Desentralisasi mengacu pada pembagian kue-kue jabatan ke lingkup yang lebih kecil dan dalam hal ini adalah pemerintahan daerah. Jenjang organisasinya disebut dengan pemerintah daerah. Sementara jenjang tertinggi dari organisasi ini adalah pusat.
Penerapan asas otonomi daerah ini memiliki tujuan agar tidak ada lagi pemusatan kekuasaan. Keuangan mereka juga memiliki aturan rumah tangganya sendiri sehingga pusat tak perlu dipusingkan dengan urusan daerah. Rakyat juga harus bisa bertanggung jawab dengan pemimpin pilihannya sendiri.
Dengan kata lain, desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pihak pemerintah pusat kepada daerah. Mereka dibebaskan untuk mengatur daerah sesuai dengan ciri khas lokal. Hal ini akan menjaga kemajemukan daerah sehingga mereka bisa berdikari sesuai dengan norma dan moralitas dalam lingkup yang lebih kecil.
Selain itu, desentralisasi juga adalah cara pembagian kekuasaan yang sekaligus menjadi momentum untuk membentuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah adalah hak penuh bagi masyarakat untuk bisa berpartisipasi. Dengan pelimpahan kekuasaan ini, maka rakyat bisa terdidik secara politik dan diharapkan pemerintahan bisa bersih.
2. Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi merupakan penyerahan wewenang dari pusat kepada jabatan dalam lingkup yang lebih kecil. Dalam hal ini, pemerintah pusat menyerahkannya kepada pemerintah daerah. Meski begitu, sistemnya masih tetap dalam rangka negara kesatuan meski tanggung jawabnya terpisah.
Penyerahan jabatan ini terkait dengan UU yang menegaskan soal otonomi daerah itu sendiri. Mereka yang mendapatkan wewenang perlu menyelenggarakan kebijakan dan hukum sesuai dengan UU. Meski dipilih masyarakat, negara bisa mencopot jika ditemukan adanya pelanggaran ringan atau berat.
3. Asas Medbewind
Asas yang satu ini menjelaskan bahwa otonomi daerah merupakan tugas pembantuan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah adalah perpanjangan tangan pusat. Dalam hal mengurus daerahnya, pemerintah daerah malah memiliki kewenangan yang lebih tinggi daripada pusat.
Sesuai dengan asas dekonsentrasi, pemecahan wewenang ini bukan berarti pemerintah daerah bisa melakukan tugas dan wewenangnya semena-mena. Mereka tidak boleh membentuk badan sendiri. Semua sistemnya berbentuk vertikal dan terpusat ke pemerintah.
E. Prinsip Terapan Otonomi Daerah
1. Penyerahan wewenang
Kewenangan pemerintahan pusat akan diserahkan kepada pemerintah daerah. Wewenangnya adalah hal-hal yang berbentuk domestik dengan menilik norma, kesusilaan, moral dan yang terutama adalah budaya lokal. Pemerintah pusat tak bisa melakukan penyeragaman karena hal ini.
Setelah pemberian wewenang, pemerintah daerah langsung bisa mengeksekusi sesuai dengan peraturan setempat. Pemerintah daerah juga diberikan kewenangan untuk mengeluarkan perda atau peraturan daerah. Mereka bisa mengatur rakyat selama masih sejalan dengan UUD 1945.
2. Membentuk pengawasan
Jalannya pemerintahan daerah diawasi oleh badan bernama DPRD atau dewan perwakilan rakyat daerah. Badan yang satu ini merupakan bagian dari DPR pusat. DPR dipilih oleh rakyat dan juga berasal dari rakyat. Semua orang bisa mencalonkan diri menjadi bagian dari DPRD.
Apa saja wewenang DPRD dalam lingkup otonomi daerah? Mereka akan mengawasi jalannya pemerintahan. Mereka juga akan menilai apakah pemerintah berhasil atau gagal dalam menjalankan tugas. Pada prosesnya, mereka berhak untuk mengkritik kinerja pemerintah di depan publik.
3. Memilih dari tradisi politik
Indonesia tak bisa lepas dari sebuah tradisi politik. Tradisi yang dimaksud adalah eksistensi partai. Partai di Indonesia sangat beragam dan siapapun bisa membuatnya sesuai ketentuan hukum. Tujuan partai adalah membangun kepemimpinan untuk generasi pemimpin masa depan.
Itu sebabnya, kepala daerah cenderung berasal dari partai tertentu. Kepemimpinan mereka sudah diasah dengan baik dan mengetahui seluk-beluk pemerintahan beserta prosesnya. Dibandingkan non-partai, mereka lebih memiliki kualifikasi sesuai standar yang dibutuhkan pejabat publik.
4. Mengefektifkan pelayanan
Indonesia adalah negara yang sangat besar. Jika pelayanan harus dilakukan oleh pihak pusat juga, yang ada perhatian dan tindakannya akan menjadi tidak merata. Itu sebabnya pemerintah daerah dihadirkan sebagai perpanjangan tangan dari pihak pusat untuk menyelesaikan masalah daerah.
Desentralisasi yang terjadi ke pihak daerah juga menjadi solusi agar institusi dan organisasi horisontal bisa terawasi dengan baik. Hal ini juga menjadi tujuan dari asas otonomi daerah, yakni pembenahan pelayanan. Dengan begitu, pemerintah bisa menjadi pihak yang responsif di mata publik.
5. Efisiensi administrasi
Administrasi tak hanya tentang perekaman jejak berupa catatan tertulis. Semua bentuk kegiatan yang terlaksana pasti membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit. Wewenang pemerintah daerah dalam hal ini adalah sebagai administrator agar semua catatan terkait keuangan menjadi rapi.
Tak hanya tentang pengeluaran, pemerintah daerah juga perlu mencatatkan penerimaan daerah secara jujur dan rapi. Berbagai penerimaan di antaranya adalah pajak, kekayaan alam, retribusi, obligasi, serta pinjaman daerah. Dengan begitu, daerah bisa mengetahui sendiri seberapa besar pendapatannya.
6. Optimasi pemberdayaan
Prinsip yang juga tak bisa lepas dari asas otonomi daerah adalah optimasi pemberdayaan. Pemerintah daerah harus melaksanakan desentralisasi dengan baik sehingga alokasi bisa tepat sasaran. Alokasi ini juga berkenaan dengan subsidi atau pendapatan daerah.
F. Faktor Pelaksana Otonomi Daerah
1. Pelaksana
Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksananya. Apabila pejabat yang berwenang tidak berkompeten, maka kinerja pemerintah pun akan berantakan. Apalagi jika dia memang peranan yang penting di dalam jabatannya.
Selain soal kempetensi, mereka juga harus dituntut untuk bersikap bersih dan terbuka. Bagaimanapun, mereka telah dipilih langsung oleh rakyat. Pertanggungjawaban terbesar mereka bukanlah ke pemerintah, namun langsung ke rakyat.
Untuk itu, pelaksana akan diawasi oleh pemerintah melalui pihak DPRD. Pihak DPRD juga merupakan perwakilan rakyat yang dpilih rakyat dengan tujuan kebaikan rakyat. Apabila selama prosesnya berantakan dan mencurigakan, DPRD bisa menuntut sesuai hukum dan undang-undang.
2. Keuangan
Pengelolaan daerah pasti tak terlepas dari keuangan. Pemerintah daerah perlu menghitung dengan cermat neraca keuangan yang mereka miliki. Sumber uang dari APBN, pendapatan daerah, dan pengeluaran harus dihitung dengan baik sehingga tidak ada celah untuk korupsi.
Jumlah uang untuk pengelolaan tidak hanya soal cukup atau tidak. Pemerintah harus memastikan bahwa penggunaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya juga harus mengatasnamakan kepentingan rakyat atau publik, sehingga harus dieksekusi dengan cermat dan hati-hati.
3. Peralatan penunjang
Tanpa sarana yang baik, pemerintah tidak akan bisa bekerja dengan baik. Faktor yang satu ini akan sangat mempengaruhi pelayanan atau respon dari pemerintah terhadap rakyatnya. Jika peralatan dan penunjang tidaklah cukup, maka semuanya akan berjalan dengan lamban.
Pemerintah pusat ada baiknya memperhatikan hal ini. Selain itu, tidak boleh pula hanya daerah tertentu seperti kota besar yang diutamakan. Semua daerah perlu diperlakukan setara dan mudah. Dengan begitu, seluruh rakyat Indonesia di manapun berada merasa setara dan disamakan.
4. Kemampuan manajemen
Manajemen yang baik akan sangat menentukan proses berjalannya pemerintahan dan hasil akhirnya. Hal ini sama sekali tak bisa disepelekan. Organisasi atau manajemen mencakup tugas, kekuasaan, dan juga hubungannya dengan masyarakat yang menunggu hasil kerja.
Untuk menggerakkan manajemen yang baik, tentunya harus mengandalkan sumber daya masyarakat yang mumpuni dan sesuai bidang. Ada juga keuangan yang menunjang tercapainya pengelolaan sesuai rencana dan peralatan untuk melancarkan pekerjaan.
5. Komunikasi dan koordinasi
Hal yang tak boleh terlupakan dalam sebuah pemerintahan adalah kemampuan komunikasi yang baik. Tak hanya berlaku dari atasan kepada bawahannya, namun semua orang dalam lingkup kerja harus memiliki skill ini. Komunikasi yang baik akan menciptakan koordinasi yang baik pula.
Komponen ini harus diasah dengan baik. Semua orang harus bisa mengkomunikasikan kendala yang ada di lapangan. Semakin rumit kemampuan komunikasinya, maka koordinasi akan berjalan dengan lamban. Kerja akan menjadi tidak efisien. Solusi pun akan sangat lama untuk ditemukan.
6. Sikap aparatur
Disebutkan dalam UUD tahun 1999 bahwa sikap aparatur juga memegang peranan yang penting. Ketidaktegasan mereka bisa jadi penghambat dalam proses pelaksanaan asas otonomi daerah. Untuk itu, perilaku dan sikap mereka harus menjadi contoh dengan ketegasan dan kebijaksanaan.
7. Partisipasi masyarakat
Menghadapi masyarakat yang apatis dengan pemerintah juga akan sangat sulit. Aspirasi mereka sama sekali tak diketahui apabila mereka apatis. Ketidakpedulian membuat cita-cita dan rencana pemerintah menjadi tidak jelas. Pemerintah juga tak tahu mereka puas atau tidak.
Untuk mengajak partisipasi masyarakat, pemerintah perlu mencontohkan kinerja yang nyata. Sesuai dengan moto yang dipegang bahwa kedaulatan di tangan rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Jika mereka puas, maka partisipasi mereka akan sangat tinggi.
G. Landasan Hukum pada Penerapan Otonomi Daerah
Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah (KND).
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Negara Indonesia Timur Nomor 44 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Indonesia Timur.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
- Perpu Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 102 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
H. Nilai dan Prinsip Otonomi Daerah
Otonomi daerah pada dasarnya adalah suatu hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk dapat mengurus sendiri urusan pemerintahannya demi kesejahteraan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ada dua nilai dasar yang dikembangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Pertama, Nilai Unitaris. Nilai ini diwujudkan dalam pandangan bahwasanya Indonesia tidak punya kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara. Kedaulatan melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia dan tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan.
Kedua Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial. Nilai ini bersumber dari Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah diwajibkan untuk dapat melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegraan.
Dua nilai di atas mengaitkan penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah otonom dan penyerahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pusat kepada pemerintah daerah, yang mana kemudian dapat mengatur sebagai kekuasaan dan kewenangan tersebut.
Titik berat pelaksanaan otonomi daerah ada pada pertimbangan berikut ini,
- Dimensi Politik, kabupatan atau kota dianggap kurang memiliki fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang adanya aspirasi federalis relatif minim.
- Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.
- Kabupaten/kota adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga kabupaten/kota-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, prinsip otonomi daerah yang dianut adalah nyata, bertanggung jawab dan dinamis. Otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah. Pemberian otonomi juga harus diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air. Pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju.
Pemerintahan yang baik akan menyelenggarakan kinerja yang bersifat universal, terbuka dan transparan. Salah satunya adalah dengan patuh terhadap asas otonomi daerah. Pemerintah daerah sudah seharusnya menjaga akuntabilitas agar masyarakat ikut merasakan dampak baiknya.