Upaya dan Peran Masyarakat dalam Menghadapi Ancaman Integrasi Nasional

peran masyarakat dalam integrasi nasional

Peran Masyarakat dalam Berbagai Ancaman untuk Membangun Integrasi Nasional – Integrasi berasal dari bangsa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atua keseluruhan. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teriorial, nilai-nilai, norma-norma dan pranata-pranata sosial.

Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial dan pluralisme sosial.

Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis).

Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu.

A. Pentingnya Integrasi Nasional

Masyarakat yang terintegrasi dengan hak merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan.

Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik materiil seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan.

Disisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.

Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan.

Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan perbedaan kepentingan adalah menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat.

Namun apapun kondisi integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.

B. Dinamika Integrasi Nasional

Dinamika integrasi nasional di Indonesia sejak kita bernegara tahun 1945, upaya membangun integrasi secara terus menerus dilakukan. Terdapat banyak perkembangan dan dinamika dri integrasi yang terjadi di Indonesia. Dinamika integrasi sejalan dengan tantangan zaman waktu itu. Dinamika itu bisa kita contohkan peristiwa integrasi berdasar lima jenis integrasi sebagai berikut:

1. Integrasi bangsa

Integrasi bangsa pada tanggal 15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of Understanding) di Vantaa, Helsinki, Finlandia, pemerintah Indonesia berhasil secara damai mengajak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung dan setia memegang teguh kedaulatan bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Proses ini telah berhasil menyelesaikan kasus disintegrsai yang terjadi di Aceh sejak tahun 1975 sampai 2005. 

2. Integrasi wilayah

Integrasi wilayah melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia mengumumkan kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar laut teritorial seluas 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia. Dengan deklarasi ini maka terjadi integrasi wilayah terioritas Indonesia. Wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah dan laut tidak lagi merupakan pemisah pulau, tetapi menjadi penghubung pulau-pulau di Indonesia. 

3. Integrasi nilai

Nilai apa yang bagi bangsa Indonesia merupakan nilai integrasi ? jawabnya adalah Pancasila. Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai integrasi terus menerus dilakukan, misalnya melalui kegiatan pendidikan pancasila baik dengan maka kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di sekolah.

Melalui kurikulum 1975, mulai diberikannya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah. Saat ini, melalui kurikulum 2013 terdapat mata pelajaran PPKn. Melalui pelajaran ini, pancasila sebagai nilai bersama dan sebagai dasar filsafat negara disampaikan kepada generasi muda. 

4. Integrasi Elit-massa

Integrasi elit-massa dinamika integrasi elit massa ditandai dengan seringnya pemimpin mendekati rakyatnya melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan ke daerah, temu kader PKK, dan kotak pos presiden. Kegiatan yang sifatnya mendekatkan elit dan massa akan menguatkan dimensi vertikal integrasi nasional. 

5. Integrasi Tingkah Laku

Integrasi tingkah laku (perilaku integratif). Mewujudkan perilaku integratif dilakukan dengan pembentukan lembaga-lembaga politik dan pemerintahan termasuk birokrasi.

Dengan lembaga dan birokrasi yang terbentuk maka orang-orang dapat bekerja secara terintegratif dalam suatu aturan dan pola kerja yang teratur, sistematis dan bertujuan.

Pembentukan lembaga-lembaga politik dan birokrasi di Indonesia diawali dengan hasil sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sidang PPKI ke 2 tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan pembentukan dua belas.

Tantangan dalam Membangun Integrasi Nasional

Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal, tantangan yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional.

Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga hal ini memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia dimensi horizontal lebih menonjol dari pada dimensi vertikalnya.

Terkait dengan dimensi horisontal ini, salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam mewujudkan intregasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat.

Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bangsa, daerah, agama dan kebiasaan. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil pembangunan dapat menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. Hal ini bisa berpeluang mengancam intregasi horizontal di Indonesia.

Terkait dengan dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah kesediaan para pemimpin untuk terus menerus bersedia berhubungan dengan rakyatnya. Pemimpin mau mendengar keluhan rakyat, mau turun kebawah, dan dekat dengan kelompok-kelompok yang merasa di pinggirkan.

Tantangan dari dimensi vertikal dan horisontal dalam intregasi nasional Indonesia tersebut semakin tampak setelah memasuki erat reformasi tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat.

Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi telah banyak disalah gunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri. Tindakan ini kemudian memunculkan adanya gerakangerakan antar kelompok. Bersamaan dengan itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan seringkali demontrasi itu diikuti oleh tindakantindakan anarkis.

Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya intregasi dalam arti vertikal.

Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak / kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya intregasi vertikal.

Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang dapat melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga masyarakat.

Jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horisontal.

Kita juga tidak dapat mengharapkan terwujudnya integrasi horisontal ini dalam arti yang sepenuhnya. Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.

Di era globalisasi, tantangan itu ditambah oleh adanya tarikan global di mana keberadaan negara-negara sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntutan dan kecenderungan global.

Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mengabaikan batas-batas negara bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan.

Di situlah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat. Di sisi lain, tantangan integrasi juga dapat dikaitkan dengan aspek-aspek lain dalam integrasi yakni aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.

Ancaman dalam Membangun Integrasi Nasional

1. Ancaman Militer

Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi oleh negara lain, pelanggaran wilayah dengan menggunakan kekuatan militer, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata, pemberontakan bersenjata, dan perang saudara.

2. Ancaman Non Militer

Kedua, ancaman non militer. Ancaman non militer atau nirmiliter memiliki karakteristik tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat, karena ancaman ini berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, informasi, serta keselamatan umum.

Upaya Peran Serta Masyarakat dalam Menghadapi Ancaman terhadap Integrasi Nasional

Jika rakyat Indonesia sudah tidak memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, maka ini merupakan bahaya besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mengakibatkan bangsa ini akan jatuh ke dalam kondisi yang sangat parah bahkan jauh terpuruk dari bangsa-bangsa yang lain tela mempersiapkan diri dari gangguan bangsa lain. Akibatnya, integrasi nasional dapat terganggu

Peran serta dan kesadaran masyarakat mempunyai makna bahwa individu harus mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri dan dilandasi oleh sikap ikhlas, rela bertindak demi kebaikan bangsa dan Indonesia. Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integrasi nasional di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Tidak membeda-bedakan keberagaman, misalnya suku, budaya, daerah dan sebagainya.
  2. Menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan dan agama yang dianut.
  3. Membangun kesadaran akan pentingnya integrasi nasional.
  4. Melakukan gotong royong dalam rangka peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  5. Menggunakan segala fasilitas umum dengan baik.
  6. Mau dan bersedia untuk bekerja sama dengan segenap lapisan atau golongan masyarakat.
  7. Merawat dan memelihara lingkungan bersama-sama dnegan baik.
  8. Bersedia memperoleh berbagai macam pelayanan umum secara tertib.
  9. Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
  10. Mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  11. Menjaga keamanan wilayah negara dari ancaman yang datang dari luar atau dari dalam negeri.
  12. Memberi kesempatan yang sama untuk merayakan hari besar keagamaan dengan aman dan nyaman.
  13. Berpartisipasi dalam  berbagai kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan pemerintah.
  14. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
  15. Bersedia untuk menjaga keutuhan NKRI.
  16. Mengembangkan rasa bangga berbangga dan bertanah air Indonesia.
  17. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang berbhinneka tunggal ika.
  18. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  19. Meningkatkan kesadaran rakyat akan pentingnya menjaga keutuhan wilayah negara.
  20. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
  21. Menghindari segala bentuk adu domba yang menjerumus kepada perpecahan bangsa.
  22. Adanya sikap saling menghormati perbedaan yang ada.
  23. Meningkatkan dan mengembangkan pengamalan pancasila secara objektif dan subjektif.
  24. Menjauhi sikap diskriminatif.

Cara Menghadapi Persoalan yang Mengancam Integrasi Nasional

Apabila terjadi perang antar suku, maka lakukan mediasi terhadap pihak yang bertikai dengan mempertemukan tokoh adat atau perwakilan masing-masing. Lakukan pula sosialisasi tentang pentingnya perdamaian dan kerugian adanya pertikaian. Tingkatkan kerja sama dan gotong royong antar kelompok masyarakat atau suku untuk memperkuat tali persaudaraan dan solidaritas di lingkungan masyarakat. Pemerataan pembangunan pun dapat menjadi solusi agar tidak terjadi eprang antar suku.

Apabila terjadi kasus korupsi maka lawanlah dengan memperberat sanksi dan hukuman sehingga dapat menimbulkan efek jera dan rasa takut untuk melakukannya. Tanamkan jiwa anti korupsi yang diikuti dengan peningkatan iman dan taqwa. Ciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa, bebas KKN dan konsistem dalam melaksanakan peraturan dan undang-undang. Lakukan pengawasan yang ketak pada jalannya pemerintahan terutama pada bidang keuangan.

Jika terjadi tindak kejahatan terorisme, maka tertibkan bahan baku pembuatan bom atau bahan yang diperlukan dan pembuatan bom. Tarik peredaran persenjataan yang dimiliki masyarakat sipil. Berantas sekelompok terorisme yang berkeliaran di masyarakat. Tingkatkan kinerja dari pihak militer dengan mempelajari motif di setiap kasus terorisme. Tingkatkan pula rasa nasionalisme dan ketahanan nasional. Laporkan warga yang diduga teroris, misalkan warga yang mengisolasikan diri dari masyarakat.

Apabila terjadi pemberontakan, maka ratakan pembangunan sampai ke pelosok daerah sehingga tidak muncul kecemburuan nasional. Tingkatkan keamanan dari pusat hingga satuan terkecil daerah. Tingkatkan rasa nasionalisme dengan mempelajari pendidikan kewarganegaraan dan sejarah perjuangan Indonesia dalam merebut NKRI.

Apabila terjadi ekstrim kanan dan kiri, maka amalkan nilai-nilai pancasila. Tanamkan pendidikan agama sebagai pendidikan formal. Berantas segala tindakan ekstrim dan tingkatkan keefisienan dan kinerja pemerintah agar tidak muncul masyarakat anti pemerintah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan